Sabtu, 03 April 2010

Cupak Gerantang

Diposting oleh Bina Yuliawati di 09.15

ANALISA

KESENIAN CUPAK GERANTANG


Kesenian tradisional merupakan salah satu unsur budaya yang penting. Di Indonesia, kita akan menemukan berbagai macam kesenian yang berbeda – beda. Hal ini disebabkan oleh adat istiadat dan kebiasaan yang berbeda di tiap daerah.


Namun, seiring dengan perkembangan budaya modern atau yang biasa dikenal dengan budaya barat, kesenian tradisional berangsur punah. Tidak ada lagi kaum muda yang mau meneruskan kesenian ini karena mereka telah terpengaruh arus deras globalisasi yang berkiblat pada budaya barat.


Salah satu kesenian yang terancam punah adalah cupak gerantang, Cupak gerantang adalah sebuah kesenian yang berasal dari Lombok, yang mempertunjukkan sebuah sandiwara. Berkisah tentang si Cupak yang berwatak rakus makan dan kadang bertingkah konyol. Jadi, walaupun secara keseluruhan drama ini menimbulkan ketegangan, tetap ada sentuhan komedi. Drama ini juga mengadung unsur sindiran terhadap pemerintah yang dianggap belum sadar terhadap rakyatnya yang kesusahan.


Kesenian tradisional ini sulit berkembang sebagai sebuah industri hiburan. Karena di bidang komedi saat ini, telah banyak bermunculan acara-acara yang lebih “menarik”, seperti SitKom yang sedang menjamur di berbagai stasiun tv. Masyarakat pada umumnya, dan generasi muda pada khususnya, lebih suka menonton SitKom di rumah mereka daripada harus repot keluar rumah dan berdesak-desakan dengan orang lain untuk menonton sandiwara komedi seperti cupak gerantang yang kebanyakan diadakan di daerah perkampungan. Maka dari itu, kalaupun masih ada peminat, peminatnya terbatas hanya kalangan ‘bawah’ atau yang status sosialnya D dan E. Disinilah letak permasalahannya, jika kita ingin mengembangkan sebuah karya ke dalam dunia Entertainment, dibutuhkan faktor massive, yaitu besar dan mencakup masyarakat luas. Bagaimana mungkin dapat berkembang jika penontonnya hanya terbatas yang ‘itu-itu saja’, tidak ada kaum muda yang berminat lagi untuk menyaksikan pertunjukan ini, bahkan jika masih ada yang berminat, kebanyakan akan ditertawakan oleh teman – temannya.


Faktor bahasa juga sering kali menjadi penghambat sebuah kesenian untuk berkembang. Di zaman modern seperti sekarang, masyarakat lebih menyukai bahasa-bahasa bergaya modern yang cenderung ‘gaul’, karena terdengar lebih menarik. Jika menggunakan bahasa daerah, maka akan lebih sedikitlah orang yang mengerti. Terutama dalam Cupak Gerantang, bahasa yang digunakan adalah bahasa asli penduduk Lombok, dimana bahasa ini hanya dimengerti sedikit orang, karena masyarakat asli Lombok-pun hanya berjumlah sedikit, tidak seperti penduduk Jawa yang berpopulasi banyak, hingga bahasanya masih dimengerti banyak orang, atau seperti bahasa betawi yang memiliki banyak persamaan dengan bahasa Indonesia, sehingga banyak yang bisa mengerti bahasa asli Betawi tanpa perlu mempelajari terlalu dalam.


Faktor terakhir adalah, busana. Dalam pementasan ini, para pemainnya sering menggunakan pakaian terbuka. Hanya menutup bagian ‘aurat’ saja, yaitu bagian kelamin, dan bagian dada pada wanita. Walaupun hal ini lumrah di Lombok dan Bali, namun tidak semua kebudayaan bisa menerima hal ini. Puncaknya, jika tetap dipentaskan, bisa saja terjadi pencekalan dan bukan tidak mungkin akan menimbulkan perselisihan.


Saran kami agar Cupak Gerantang dapat berkembang di dunia entertainment, mereka harus mengadaptasi alur cerita dengan permasalahan yang lebih modern dan lebih ringan sehingga dapat mudah dimengerti oleh penontonnya. Selain itu, menggunakan bahasa yang lebih umum dan luas, seperti bahasa Indonesia. Kemudian, memakai pakaian atau kostum yang lebih sopan agar dapat diterima oleh seluruh masyarakat. Yang terpenting yaitu peran serta pemerintah dalam mengembangkan kebudayan tradisional seperti Cupak Gerantang ini ke industri hiburan. Agar tidak hanya dikenal oleh masyarakat Lombok saja, melainkan oleh masyarakat se-Indonesia.

0 komentar on "Cupak Gerantang"

Posting Komentar

Sabtu, 03 April 2010

Cupak Gerantang

ANALISA

KESENIAN CUPAK GERANTANG


Kesenian tradisional merupakan salah satu unsur budaya yang penting. Di Indonesia, kita akan menemukan berbagai macam kesenian yang berbeda – beda. Hal ini disebabkan oleh adat istiadat dan kebiasaan yang berbeda di tiap daerah.


Namun, seiring dengan perkembangan budaya modern atau yang biasa dikenal dengan budaya barat, kesenian tradisional berangsur punah. Tidak ada lagi kaum muda yang mau meneruskan kesenian ini karena mereka telah terpengaruh arus deras globalisasi yang berkiblat pada budaya barat.


Salah satu kesenian yang terancam punah adalah cupak gerantang, Cupak gerantang adalah sebuah kesenian yang berasal dari Lombok, yang mempertunjukkan sebuah sandiwara. Berkisah tentang si Cupak yang berwatak rakus makan dan kadang bertingkah konyol. Jadi, walaupun secara keseluruhan drama ini menimbulkan ketegangan, tetap ada sentuhan komedi. Drama ini juga mengadung unsur sindiran terhadap pemerintah yang dianggap belum sadar terhadap rakyatnya yang kesusahan.


Kesenian tradisional ini sulit berkembang sebagai sebuah industri hiburan. Karena di bidang komedi saat ini, telah banyak bermunculan acara-acara yang lebih “menarik”, seperti SitKom yang sedang menjamur di berbagai stasiun tv. Masyarakat pada umumnya, dan generasi muda pada khususnya, lebih suka menonton SitKom di rumah mereka daripada harus repot keluar rumah dan berdesak-desakan dengan orang lain untuk menonton sandiwara komedi seperti cupak gerantang yang kebanyakan diadakan di daerah perkampungan. Maka dari itu, kalaupun masih ada peminat, peminatnya terbatas hanya kalangan ‘bawah’ atau yang status sosialnya D dan E. Disinilah letak permasalahannya, jika kita ingin mengembangkan sebuah karya ke dalam dunia Entertainment, dibutuhkan faktor massive, yaitu besar dan mencakup masyarakat luas. Bagaimana mungkin dapat berkembang jika penontonnya hanya terbatas yang ‘itu-itu saja’, tidak ada kaum muda yang berminat lagi untuk menyaksikan pertunjukan ini, bahkan jika masih ada yang berminat, kebanyakan akan ditertawakan oleh teman – temannya.


Faktor bahasa juga sering kali menjadi penghambat sebuah kesenian untuk berkembang. Di zaman modern seperti sekarang, masyarakat lebih menyukai bahasa-bahasa bergaya modern yang cenderung ‘gaul’, karena terdengar lebih menarik. Jika menggunakan bahasa daerah, maka akan lebih sedikitlah orang yang mengerti. Terutama dalam Cupak Gerantang, bahasa yang digunakan adalah bahasa asli penduduk Lombok, dimana bahasa ini hanya dimengerti sedikit orang, karena masyarakat asli Lombok-pun hanya berjumlah sedikit, tidak seperti penduduk Jawa yang berpopulasi banyak, hingga bahasanya masih dimengerti banyak orang, atau seperti bahasa betawi yang memiliki banyak persamaan dengan bahasa Indonesia, sehingga banyak yang bisa mengerti bahasa asli Betawi tanpa perlu mempelajari terlalu dalam.


Faktor terakhir adalah, busana. Dalam pementasan ini, para pemainnya sering menggunakan pakaian terbuka. Hanya menutup bagian ‘aurat’ saja, yaitu bagian kelamin, dan bagian dada pada wanita. Walaupun hal ini lumrah di Lombok dan Bali, namun tidak semua kebudayaan bisa menerima hal ini. Puncaknya, jika tetap dipentaskan, bisa saja terjadi pencekalan dan bukan tidak mungkin akan menimbulkan perselisihan.


Saran kami agar Cupak Gerantang dapat berkembang di dunia entertainment, mereka harus mengadaptasi alur cerita dengan permasalahan yang lebih modern dan lebih ringan sehingga dapat mudah dimengerti oleh penontonnya. Selain itu, menggunakan bahasa yang lebih umum dan luas, seperti bahasa Indonesia. Kemudian, memakai pakaian atau kostum yang lebih sopan agar dapat diterima oleh seluruh masyarakat. Yang terpenting yaitu peran serta pemerintah dalam mengembangkan kebudayan tradisional seperti Cupak Gerantang ini ke industri hiburan. Agar tidak hanya dikenal oleh masyarakat Lombok saja, melainkan oleh masyarakat se-Indonesia.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

 

BINA YULIAWATI ~PORTFOLIO~ Copyright © 2009 Paper Girl is Designed by Ipietoon Sponsored by Online Business Journal